Senin, 21 Oktober 2013

Peneliti Mengungkapkan, Bayi Mampu Deteksi Kebohongan

Bayi yang berumur mulai dari 18 bulan ternyata bisa mengetahui kebohongan seseorang. Bayi bisa mengenali perbedaan ekspresi wajah gembira yang asli atau cuma dibuat-buat.

Alih-alih ikut gembira, bayi malah akan menunjukkan empati terhadap orang yang tengah bersedih, meski orang itu berusaha memasang mimik lucu saat berhadapan dengannya.


Kemampuan unik bayi ini terungkap dalam penelitian Sabrina Chirella dan Diane Poulin-Dubois, dua psikolog asal Universitas Concordia di Montreal, Kanada. Mereka menemukan fakta bahwa bayi mampu mengenali perbedaan antara mimik wajah dan sikap yang ditunjukkan orang di sekitarnya. Bayi bisa merasakan jika ada perbedaan antara emosi dan reaksi yang muncul dalam konteks tertentu.

"Orang dewasa sering melindungi bayi dari situasi sulit dengan memasang mimik ceria, tapi bayi tahu hal sebenarnya," kata Poulin-Dubois seperti ditulis Sciencedaily. Hasil penelitian ini dimuat dalam jurnal Infancy: The Official Journal of the International Society on Infant Studies.

Dalam studinya, Poulin-Dubois dan Chiarella mempelajari 92 bayi berusia 15 dan 18 bulan. Bayi-bayi itu diajak menonton seorang aktor yang memainkan beberapa skenario yang melibatkan reaksi emosi langsung dan melalui gerakan pantomim.

Pada satu skenario, para psikolog menunjukkan mimik sedih ketika diberi mainan yang diinginkan. Pada skenario lainnya, mereka menunjukkan mimik kesakitan saat berpura-pura mengalami luka di jari. 



Bayi berusia 15 bulan tidak menunjukkan reaksi berbeda pada dua skenario. Mereka sama-sama menunjukkan empati melalui mimik wajahnya kepada orang-orang yang mereka lihat tengah bersedih. Pada tahap ini kemampuan mereka untuk mengenali ekspresi wajah dan pengalaman emosional masih belum berkembang.

Lain halnya dengan bayi-bayi yang berumur 18 bulan. Mereka bisa mengenali ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan kejadian yang dialami. Bayi-bayi itu memandangi wajah para peneliti itu lebih lama lalu berbalik lebih sering melihat para pengasuhnya.

Menurut Poulin-Dubois, perilaku itu dimaksudkan untuk mengukur reaksi dari orang-orang yang mereka percaya. Buktinya, bayi-bayi itu malah menunjukkan empati ketika sudah mempercayai mimik sedih yang dilihatnya. Dan itu hanya terjadi ketika peneliti benar-benar berada dalam kondisi sedih atau mendapat kesulitan yang tampak dari kecocokan mimik dan reaksi yang dibuatnya.


Chirella mengatakan perhatian bayi terhadap mimik wajah sedih adalah perilaku adaptif. Kemampuan untuk mengenali rasa sedih lalu memberikan reaksi memiliki implikasi evolusioner.

"Untuk bisa berfungsi penuh di dunia sosial, mereka perlu mengembangkan kemampuan untuk memahami perilaku orang lain dengan menduga apa yang terjadi di antara mereka," ucap dia.

Mulai usia 15 bulan, bayi mulai mempelajari kondisi seseorang dan ekspresi yang mengikutinya. Efeknya adalah orang-orang dekat si bayi, termasuk orang tua atau pengasuh, tak bisa menyembunyikan perasaan sedih mereka dengan memasang sikap ceria. Penelitian itu menunjukkan bayi tidak bisa diperdaya untuk mempercayai sesuatu yang ditutupi dengan gaya gembira.

Kini para peneliti tengah melakukan studi apakah perilaku bayi yang memiliki hubungan dengan orang-orang yang tidak bisa dipercaya secara emosional bakal mempengaruhi kesediaan mereka untuk menolong atau belajar dari orang-orang tersebut.


Sumber :
tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar