Pernah dengar golongan darah A+ Para Bombay? Inilah tipe yang paling susah dicari karena kemungkinannya 4:1 juta orang di dunia. Maka ketika seseorang dengan Para Bombay membutuhan transfusi, perlu perjuangan panjang agar nyawanya selamat. Misalnya pada kasus bayi bernama Maryam di Jakarta berikut ini.
Maryam terlahir 15 Desember 2013 di Rumah Sakit Hermina Jatinegara, Jakarta Timur. Saat masih dalam kandungan, Maryam positif suspect anemia hidrofetuli sehingga harus dilahirkan sebelum waktunya. Saat itu Maryam masih berumur 32 minggu dalam kandungan. Karena takut mengalami hal yang sama dengan kakak-kakaknya, akhirnya Rini disarankan untuk segera menjalani operasi Caesar.
Maryam terlahir 15 Desember 2013 di Rumah Sakit Hermina Jatinegara, Jakarta Timur. Saat masih dalam kandungan, Maryam positif suspect anemia hidrofetuli sehingga harus dilahirkan sebelum waktunya. Saat itu Maryam masih berumur 32 minggu dalam kandungan. Karena takut mengalami hal yang sama dengan kakak-kakaknya, akhirnya Rini disarankan untuk segera menjalani operasi Caesar.
Sebab, kakak kedua Maryam meninggal karena penyakit darah tersebut. Setelah dilahirkan, sang kakak ternyata mengalami anemia dengan kandungan hemoglobin yang sangat rendah, yaitu 3,5. Hal serupa dialami anak keempat Rini yang didiagnosis menderita anemia hidradenitis sehingga terpaksa digugurkan saat masih di dalam kandungan.
"Anak kedua dan keempat saya meninggal karena anemia. Anak ketiga saya juga meninggal. Dokter memperkirakan karena saya kelelahan," ujar Rini. Namun setelah pemeriksaan anak kelimanya itu, dia curiga anak ketiganya juga meninggal karena penyakit darah tersebut.
Sebelumnya, Rini divonis mengalami hiperagregasi trombosit. Trombositnya cenderung mudah melakukan agregasi sehingga darahnya menjadi kental. Mengetahui hal itu, akhirnya Rini mengonsumsi pengencer darah agar asupan makanan kepada sang anak lancar. "Saya pikir masalah selesai di situ. Tapi, ternyata ada masalah lain," ungkapnya.
Permasalahan sesungguhnya justru muncul saat Rini akan dioperasi dalam proses persalinan Maryam. Karena takut terjadi pendarahan, pihak rumah sakit mengantisipasi dengan menyiapkan cadangan darah. Darah Rini pun diambil untuk dites di Palang Merah Indonesia (PMI), kemudian dicarikan darah yang cocok dengan miliknya.
Dari situlah diketahui bahwa Rini memiliki golongan darah langka. Yakni, A dengan rhesus positif. Sudah puluhan kantong darah dicocokkan dengan milik Rini, namun tidak ada satu pun yang cocok. PMI pun curiga. PMI pusat langsung melakukan berbagai tes pada darah Rini.
Mengetahui hal itu, dokter akhirnya meminta Rini langsung menjalani tes direct comb. Tujuannya, mengetahui apakah antibodi sang ibu masuk ke dalam tubuh si anak. Hasilnya positif. "Saat itulah diketahui saya memiliki darah A+ Para-Bombay dengan antibodi yang sudah terbentuk. Itulah yang mengakibatkan anak saya terkena anemia," tuturnya.
Mengetahui hal itu, kontan suami Rini, Taufiq Wirahman, 42, shock. Selain minimnya informasi mengenai golongan darah tersebut, dokter menginformasikan bahwa golongan darah tersebut langka. Tapi, hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Ternyata, proses operasi Rini lancar dan pendarahan berhasil dicegah. Kelegaan seketika menghampiri pasangan tersebut.
Namun, kelegaan itu terasa hanya seperti fatamorgana. Masalah justru muncul pada si bayi. Maryam yang lahir dengan berat 2.070 gram dan panjang 42 cm itu memiliki HB rendah serta bilirubin yang sangat tinggi. Kondisi tersebut membuat tubuh Maryam kecil menguning.
Darah bayi perempuan itu langsung dites. Lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak pada Rini dan keluarganya. Persediaan darah di PMI yang sesuai dengan golongan darah Maryam ternyata sedang kosong.
Rini dan suami langsung mengontak semua kenalannya untuk meminta bantuan. Banyak donor yang datang untuk mendonorkan darah mereka. Sayangnya, tidak ada satu pun yang darahnya sesuai. Maryam memiliki golongan darah A+, sama dengan sang ibu.
Hal itu kontan memunculkan dugaan bahwa Maryam juga memiliki golongan darah Para-Bombay. Akhirnya, Maryam diperiksa lebih detail. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan sang ibu.
Mendengar hal itu, Rini langsung bersedih. Dia dan suami yang sejak awal tahu golongan darah itu langka hanya bisa pasrah. Namun, bantuan dari berbagai pihak membuat pasangan itu bangkit. Rini dan Taufiq langsung membuat poster dan pengumuman melalui media sosial untuk mencari orang dengan golongan darah yang sama.
Singapura tak mau menolong.
PMI memberi data bahwa hanya ada satu orang Indonesia yang memiliki golongan darah tersebut. Celakanya, orang tersebut ada di Eropa dan tak bisa dihubungi. Pencarian pun terus berlanjut. Akhirnya, dia memperoleh informasi bahwa ada salah seorang warga Singapura yang memiliki golongan darah yang sama dengan dirinya dan putri kecilnya itu.
Ironis, Pemerintah Singapura tidak memberikan izin. Sebab, golongan darah itu langka. Mereka berdalih akan digunakan untuk dalam negeri sendiri.
Alternatif lain muncul dari PMI. reka menuturkan, menurut literatur, sangat mungkin si anak bisa ditransfusi dengan golongan darah O Bombay. Tapi, saat dicoba, hasilnya gagal. Darah kembali tidak cocok.
"Anak kedua dan keempat saya meninggal karena anemia. Anak ketiga saya juga meninggal. Dokter memperkirakan karena saya kelelahan," ujar Rini. Namun setelah pemeriksaan anak kelimanya itu, dia curiga anak ketiganya juga meninggal karena penyakit darah tersebut.
Sebelumnya, Rini divonis mengalami hiperagregasi trombosit. Trombositnya cenderung mudah melakukan agregasi sehingga darahnya menjadi kental. Mengetahui hal itu, akhirnya Rini mengonsumsi pengencer darah agar asupan makanan kepada sang anak lancar. "Saya pikir masalah selesai di situ. Tapi, ternyata ada masalah lain," ungkapnya.
Permasalahan sesungguhnya justru muncul saat Rini akan dioperasi dalam proses persalinan Maryam. Karena takut terjadi pendarahan, pihak rumah sakit mengantisipasi dengan menyiapkan cadangan darah. Darah Rini pun diambil untuk dites di Palang Merah Indonesia (PMI), kemudian dicarikan darah yang cocok dengan miliknya.
Dari situlah diketahui bahwa Rini memiliki golongan darah langka. Yakni, A dengan rhesus positif. Sudah puluhan kantong darah dicocokkan dengan milik Rini, namun tidak ada satu pun yang cocok. PMI pun curiga. PMI pusat langsung melakukan berbagai tes pada darah Rini.
Mengetahui hal itu, dokter akhirnya meminta Rini langsung menjalani tes direct comb. Tujuannya, mengetahui apakah antibodi sang ibu masuk ke dalam tubuh si anak. Hasilnya positif. "Saat itulah diketahui saya memiliki darah A+ Para-Bombay dengan antibodi yang sudah terbentuk. Itulah yang mengakibatkan anak saya terkena anemia," tuturnya.
Mengetahui hal itu, kontan suami Rini, Taufiq Wirahman, 42, shock. Selain minimnya informasi mengenai golongan darah tersebut, dokter menginformasikan bahwa golongan darah tersebut langka. Tapi, hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Ternyata, proses operasi Rini lancar dan pendarahan berhasil dicegah. Kelegaan seketika menghampiri pasangan tersebut.
Namun, kelegaan itu terasa hanya seperti fatamorgana. Masalah justru muncul pada si bayi. Maryam yang lahir dengan berat 2.070 gram dan panjang 42 cm itu memiliki HB rendah serta bilirubin yang sangat tinggi. Kondisi tersebut membuat tubuh Maryam kecil menguning.
Darah bayi perempuan itu langsung dites. Lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak pada Rini dan keluarganya. Persediaan darah di PMI yang sesuai dengan golongan darah Maryam ternyata sedang kosong.
Rini dan suami langsung mengontak semua kenalannya untuk meminta bantuan. Banyak donor yang datang untuk mendonorkan darah mereka. Sayangnya, tidak ada satu pun yang darahnya sesuai. Maryam memiliki golongan darah A+, sama dengan sang ibu.
Hal itu kontan memunculkan dugaan bahwa Maryam juga memiliki golongan darah Para-Bombay. Akhirnya, Maryam diperiksa lebih detail. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan sang ibu.
Mendengar hal itu, Rini langsung bersedih. Dia dan suami yang sejak awal tahu golongan darah itu langka hanya bisa pasrah. Namun, bantuan dari berbagai pihak membuat pasangan itu bangkit. Rini dan Taufiq langsung membuat poster dan pengumuman melalui media sosial untuk mencari orang dengan golongan darah yang sama.
Singapura tak mau menolong.
PMI memberi data bahwa hanya ada satu orang Indonesia yang memiliki golongan darah tersebut. Celakanya, orang tersebut ada di Eropa dan tak bisa dihubungi. Pencarian pun terus berlanjut. Akhirnya, dia memperoleh informasi bahwa ada salah seorang warga Singapura yang memiliki golongan darah yang sama dengan dirinya dan putri kecilnya itu.
Ironis, Pemerintah Singapura tidak memberikan izin. Sebab, golongan darah itu langka. Mereka berdalih akan digunakan untuk dalam negeri sendiri.
Alternatif lain muncul dari PMI. reka menuturkan, menurut literatur, sangat mungkin si anak bisa ditransfusi dengan golongan darah O Bombay. Tapi, saat dicoba, hasilnya gagal. Darah kembali tidak cocok.
Keadaan itu kontan memaksa semua kepala kembali berpikir untuk mencari jalan keluar. Hingga akhirnya, PMI menyarankan untuk mencoba dari keluarga terdekat. Rini mengaku sangat ingin mendonorkan darahnya. Tapi, dokter melarang. Sebab, setelah menjalani operasi Caesar, darah Rini masih rendah.
Sampai akhirnya Rini teringat pada adiknya yang tinggal di desa. Singkat cerita, si adik pun dipanggil ke Jakarta. Darah sang adik ternyata cocok dengan darah anak perempuan Rini. Kejadian itu sangat mencengangkan. Sebab, golongan darah sang adik bukan A+ Para-Bombay, tapi bisa cocok dengan darah Maryam. "PMI juga sangat kaget. Padahal A+, bukan Para-Bombay. Hingga kini belum ada penjelasan detail. Hanya dugaan kedekatan kekerabatan sehingga darahnya cocok," katanya.
Transfer exchange langsung dilakukan dokter. Dengan sangat hati-hati tukar darah itu dilaksanakan pada hari kelima setelah kelahiran Maryam. Menurut Rini, proses tukar darah itu dilakukan secara bertahap. Dokter masih mengantisipasi adanya penolakan yang mungkin muncul saat darah sang paman masuk ke dalam tubuh Maryam. "Alhamdulillah, bilirubinnya turun dan tidak ada penolakan," ungkapnya bahagia.
Para Bombay dari India
Golongan darah ini sebenarnya paling banyak ditemukan di India. Nama Bombay diambil dari peristiwa pertama ditemukannya golongan darah ini. Selain di India, golongan darah tersebut cukup banyak ditemukan di daratan Eropa.
Untuk Indonesia, hingga saat ini tercatat hanya tiga orang yang memiliki golongan darah tersebut. Seorang tengah berada di Eropa serta dua lainnya adalah Rini dan putri mungilnya.
Menurut Wakil Direktur Pelayanan Transfusi Darah PMI Pusat Ria Syafitri, golongan darah itu sebenarnya cukup banyak di Indonesia. Hanya, hingga kini belum terdeteksi. Bisa jadi mereka belum pernah menjalani tes dan belum memerlukan transfusi darah.
Golongan darah ini berbeda dengan golongan darah umumnya. Jika biasanya antigen yang ditemukan dalam golongan darah normal adalah H besar, pada golongan darah Para-Bombay, antigennya berupa h kecil sehingga tidak bisa dikasih yang biasa.
Sampai akhirnya Rini teringat pada adiknya yang tinggal di desa. Singkat cerita, si adik pun dipanggil ke Jakarta. Darah sang adik ternyata cocok dengan darah anak perempuan Rini. Kejadian itu sangat mencengangkan. Sebab, golongan darah sang adik bukan A+ Para-Bombay, tapi bisa cocok dengan darah Maryam. "PMI juga sangat kaget. Padahal A+, bukan Para-Bombay. Hingga kini belum ada penjelasan detail. Hanya dugaan kedekatan kekerabatan sehingga darahnya cocok," katanya.
Transfer exchange langsung dilakukan dokter. Dengan sangat hati-hati tukar darah itu dilaksanakan pada hari kelima setelah kelahiran Maryam. Menurut Rini, proses tukar darah itu dilakukan secara bertahap. Dokter masih mengantisipasi adanya penolakan yang mungkin muncul saat darah sang paman masuk ke dalam tubuh Maryam. "Alhamdulillah, bilirubinnya turun dan tidak ada penolakan," ungkapnya bahagia.
Para Bombay dari India
Golongan darah ini sebenarnya paling banyak ditemukan di India. Nama Bombay diambil dari peristiwa pertama ditemukannya golongan darah ini. Selain di India, golongan darah tersebut cukup banyak ditemukan di daratan Eropa.
Untuk Indonesia, hingga saat ini tercatat hanya tiga orang yang memiliki golongan darah tersebut. Seorang tengah berada di Eropa serta dua lainnya adalah Rini dan putri mungilnya.
Menurut Wakil Direktur Pelayanan Transfusi Darah PMI Pusat Ria Syafitri, golongan darah itu sebenarnya cukup banyak di Indonesia. Hanya, hingga kini belum terdeteksi. Bisa jadi mereka belum pernah menjalani tes dan belum memerlukan transfusi darah.
Golongan darah ini berbeda dengan golongan darah umumnya. Jika biasanya antigen yang ditemukan dalam golongan darah normal adalah H besar, pada golongan darah Para-Bombay, antigennya berupa h kecil sehingga tidak bisa dikasih yang biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar