Wabah bahasa 'Vickinisasi' yang ditularkan oleh Vicki Prasetyo alias Hendaryanto dinilai termasuk penyakit bahasa.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), Sugiyono, istilah khusus pada penyakit bahasa tersebut memang tidak ada. Namun, ada orang yang merasa menggunakan bahasa untuk prestise.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), Sugiyono, istilah khusus pada penyakit bahasa tersebut memang tidak ada. Namun, ada orang yang merasa menggunakan bahasa untuk prestise.
tribunnews |
''Nah, itu lah penyakit bahasanya. Di dalam ilmu bahasa, istilahnya intervensi. Orang menggunakan Bahasa Indonesia dicampur asing walaupun tidak pas,'' ujar Sugiyono dilansir Republika.
Menurut Sugiyono, apa yang terjadi pada fenomene Vickinisasi sebenernya lebih pada penyakit gejala sosial dari pada gejala linguistik. Ia, menciptakan istilah bahasa-bahasa baru, agar dipandang pintar oleh masyarakat yang lain.
''Ya kalau tidak masuk ke ranah baku, mau berkreativitas tidak apa-apa. Tak akan kami batasi,'' katanya. Sugiyono mengatakan, Vickinisasi ini merupakan pembentukan istilah yang tidak benar. Namun, hanya digunakan di lingkup tertentu saja. Kemudian, diikuti oleh lingkungan tersebut.
Vickinisasi ini, kata dia, nanti pun bisa hilang begitu saja. Tapi, tidak menutup kemungkinan, kalau ada pemahaman bersama, bisa menjadi varian baru dalam bahasa baku.
Sugiyoni mencontohkan, imbuhan -Isasi dan Isme pernah marak. Misalnya, menanam pohon Turi jadi Turinisasi, dominan warna kuning jadi kuningisasi. Akhirnya, Isme dan Isasi pun, dianggap sebagai imbuhan Bahasa.
Sumber:
republika
Menurut Sugiyono, apa yang terjadi pada fenomene Vickinisasi sebenernya lebih pada penyakit gejala sosial dari pada gejala linguistik. Ia, menciptakan istilah bahasa-bahasa baru, agar dipandang pintar oleh masyarakat yang lain.
''Ya kalau tidak masuk ke ranah baku, mau berkreativitas tidak apa-apa. Tak akan kami batasi,'' katanya. Sugiyono mengatakan, Vickinisasi ini merupakan pembentukan istilah yang tidak benar. Namun, hanya digunakan di lingkup tertentu saja. Kemudian, diikuti oleh lingkungan tersebut.
Vickinisasi ini, kata dia, nanti pun bisa hilang begitu saja. Tapi, tidak menutup kemungkinan, kalau ada pemahaman bersama, bisa menjadi varian baru dalam bahasa baku.
Sugiyoni mencontohkan, imbuhan -Isasi dan Isme pernah marak. Misalnya, menanam pohon Turi jadi Turinisasi, dominan warna kuning jadi kuningisasi. Akhirnya, Isme dan Isasi pun, dianggap sebagai imbuhan Bahasa.
Sumber:
republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar