Selasa, 22 Februari 2011

Berapa Daya Yang Dibutuhkan Oleh Satelit Nano?


JAKARTA - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya sedang menyiapkan sebuah nano satelit. Rencananya, satelit tersebut diluncurkan pada 2013 mendatang.

PENS ITS tidak sendirian dalam proyek ini. Ia bekerja sama dengan empat perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya yang masing-masing memiliki fokus kerja tertentu dalam penyelesaian nano satelit ini secara utuh. Misalnya, Universitas Indonesia (UI) bertugas menggarap communication payload, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) punya kewajiban menyelesaikan On Board Data Hand Link (OBDH). PENS ITS sendiri memfokuskan diri dalam menggarap Attitude Determination on Control Satelite (ADCS) atau yang dikenal dengan istilah ground station (satelit di permukaan bumi).

Selain mereka ada juga Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ITS yang berpartisipasi dalam proyek ini. Tidak ketinggalan, lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) bertanggung jawab sebagai tenaga ahli.

Ketua tim proyek satelit PENS Endra Pitowarno menjelaskan, satelit tersebut nantinya akan diluncurkan dengan jarak 670 km mdpl dan mengorbit bertolak belakang arah rotasi bumi. "Jika bumi berotasi dari barat ke timur, maka satelit ini akan mengorbit dari utara ke selatan. Hal ini untuk menghindari satelit selalu mendapatkan sinar matahari sebagai sumber energinya,� kata Endra seperti dikutip dari situs ITS, Selasa (26/1/2011).

Pria yang biasa disapa Epit itu menjelaskan, sebagai penanggung jawab pengerjaan ADCS, PENS ITS bertugas membuat sistem kontrol untuk mengatur sikap satelit ketika berada tepat di atas wilayah negara kita. Sebab, sesuai dengan orbitnya tadi, nano satelit itu akan berada tidak hanya tepat di atas wilayah Indonesia, tetapi juga sebaliknya.

"Jika satelit berada di luar wilayah Indonesia, satelit ini dibiarkan saja mengorbit. Cara ini merupakan salah satu upaya penghematan energi. Maklum, satelit mungil dengan bobot sepuluh kilogram ini hanya menampung daya sekira 25 watt saja," ujar dosen yang sudah mengabdi sejak 24 tahun silam ini.

Penggarapan satelit yang diperkirakan menggunakan anggaran hingga Rp20 miliar itu telah sampai pada tahap mock up. Epit menilai, anggaran sebesar itu sebanding dengan fungsi satelit yang nantinya bisa beroperasi hingga dua tahun tersebut. Selain untuk komunikasi, satelit juga bisa digunakan sebagai sarana pertahanan. "Satelit ini sekaligus cikal bakal penguasaan teknologi dirgantara,� kata Epit.

Dosen yang akrab dengan bidang robotik ini menuturkan, rencananya, satelit nano itu akan diluncurkan lewat roket India atau China. "Karena ukurannya yang kecil, satelit ini cukup diluncurkan dengan piggy back pada roket," imbuhnya.

Selain proyek 'keroyokan', pembuatan satelit nano merupakan proyek jangka panjang. Penggarapannya dilakukan secara bertahap sejak 2009 lalu. Tahun ini, penggarapan satelit difokuskan agar satelit dapat berfungsi sebagai alat komunikasi darurat. Sesuai fungsi itu, satelit dapat digunakan misalnya ketika sistem komunikasi terputus karena bencana alam. Tahun depan, pengembangan satelit difokuskan pada surveillance payload. Pada surveillance payload, satelit dipasangi kamera resolusi tinggi agar bisa melakukan penginderaan jarak jauh sampai ke dalam permukaan bumi.

Ternyata cuma butuh 25 watt untuk menghidupkan satelit nano, hemat kan??


Sumber:
Detiknews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar